Materi Anakes

Edisi 165 April 2008

(( Dengan demikian kita tidak akan bingung lagi bila mendapati pada ayam terdapat sumbatan lendir di saluran pernafasan, lendir menggantung seperti tali, pial bengkak, keunguan, kotoran encer berwarna hijau, perdarahan pada jantung, hati pucat dan berbintik kuning keabuan. ))

Seorang praktisi peternakan menceritakan pengalamannya terkait dengan serangan kolera di wilayah kerjanya, "Untuk mendiagnos penyakit kolera ini dibutuhkan kejelian tersendiri karena tanda-tandanya sering kali nampak seperti penyakit lain misalnya ND, CRD atau Fowl thypoid.”
Memang, beberapa penyakit lain dapat dikelirukan dengan penyakit kolera ini yaitu ND, fowl thypoid dan colibacillosis. Diagnosa Kolera biasanya dilakukan berdasarkan gejala klinis dengan adanya kematian yang mendadak dan pemeriksaan bedah bangkai dengan mengamati perubahan yang terjadi pada organ-organ tubuh.
Masa inkubasi penyakit Kolera sendiri berlangsung selama 3-9 hari. Seorang praktisi yang banyak mengamati kasus kolera pada ayam petelur di Blitar ini mengatakan, "Serangan kolera terjadi pada umur lebih dari 4 bulan. Kadang-kadang ayam mati tanpa gejala klinis yang jelas, biasanya pada malam hari."
Menurut referensi ilmiah, kejadian penyakit dapat dibedakan menjadi 3 bentuk.

Perakut

Pada bentuk perakut kasus Kolera, biasanya terjadi kematian mendadak tanpa didahului oleh gejala klinik. Pada bedah bangkai, kejadian perakut dijumpai berbagai bentuk perdarahan pada jantung, hati, paru-paru, jaringan lemak, rongga perut dan emmbrana mukosa saluran pencernaan termasuk usus, proventrikulus dan lambung/ampela.

Akut

Pada kejadian yang bersifat akut gejala klinik dapat diamati beberapa jam sebelum ayam mati. Ayam tampak lesu, mengantuk, bulu berdiri, demam, nafsu makan dan minum menurun. Tampak adanya cairan agak kental keluar dari mulut dan menggantung seperti seutas tali.
Diare yang terjadi pada awalnya encer, berwarna kekuningan dan berangsur menjadi kehijauan bercampur lendir dan berbau busuk. Adanya lendir dalam saluran pernafasan bagian atas mengakibatkan suara ngorok basah. Jengger dan pial membengkak berwarna ungu kebiruan (cyanosis).
Pada kejadian Kolera yang bersifat akut, cairan pada selaput pembungkus jantung dan ascites dapat ditemui. Hati bengkak dan pucat.
Pada sejumlah kasus yang disebabkan P multocida yang ganas dijumpai hati dengan jalur berwarna kuning pucat disertai bintik perdarahan dan bintik kelabu-kekuningan.
Dijumpai juga folikel telur yang sudah dewasa yang membubur dan memenuhi rongga perut. Pada folikel telur yang masih muda kadang-kadang berwarna merah akibat perdarahan.
Ayam yang mampu bertahan hidup menjadi kurus dan mengalami dehidrasi. Angka kematian sangat bervariasi, mencapai lebih dari 20%. Di samping timbulnya kematian, juga terjadi penurunan produksi telur.

Kronis

Penyakit dalam bentuk kronis ditemukan jika ayam dapat bertahan selama fase akut atau terinfeksi oleh bakteri dengan keganasan rendah. Perubahan yang terjadi pada organ tubuh tergantung proses penyakit yang timbul dan kerapkali merupakan peralihan bentuk akut dan kronis.
Gejala yang tampak pada periode kronis umumnya berkaitan dengan infeksi lokal seperti pembengkakan (abses) pada salah satu ataupun kedua pial, persendian kaki, persendian sayap ataupun telapak kaki.
Gangguan persendian kaki menyebabkan ayam sulit bergerak atau lumpuh. Kadang-kadang terlihat adanya cairan dari konjungtiva dan tortikolis. Ayam yang terserang kolera bentuk kronis dapat mengalami kematian, menjadi carrier atau sebaliknya menjadi sembuh.
Dengan demikian kita tidak akan bingung lagi bila mendapati pada ayam terdapat sumbatan lendir di saluran pernafasan, lendir menggantung seperti tali, pial bengkak, keunguan, kotoran encer berwarna hijau, perdarahan pada jantung, hati pucat, berbintik kuning keabuan.
Itulah beberapa tanda yang dapat mengarah pada diagnosa penyakit Kolera pada ayam. (YR/ berbagai sumber)
 

 

MATA KULIAH INFORMASI DAN TEKNOLOGI

Cara Membuat Blog Sendiri Gratis di Blogger


Perlu dicatat, ketikka Anda ingin membuat blog di Blogger, maka email yang harus digunakan adalah Gmail, tidak boleh Yahoo Mail ataupun email dari Microsoft.

  1. Hal pertama yang harus Anda persiapkan tentunya adalah Email dari Google, atau kita sering menyingkatnya Gmail.

    Saya yakin 101% dari Anda sudah memiliki Akun Gmail, maka disini saya tidak perlu menjelaskan lagi cara membuatnya. Khusus (spesial) untuk Anda yang belum punya akun Gmail dan dan tidak mau repot mencari Tutorialnya di google. Maka Anda bisa membacanya langsung di Cara Daftar Email di Gmail (Google Mail).

  2. Setelah Anda menyiapkan Akun Gmail yang akan Anda pakai untuk Membuat Blog, maka langkah selanjutnya tentu saja kita harus mengunjungi situs untuk membuat blog tersebut.

    Sesuai judul yang saya buat yaitu Membuat Blog di Blogger, maka disini kita akan mengunjungi situs http://www.blogger.com, walaupun blogger.com ini bukan satu-satunya tempat untuk membuat blog. Karena masih ada tempat untuk membuat blog lain, yang juga gratis, diantaranya adalah Wordpress dan Mywapblog.

    Cara Membuat Blog Sendiri Gratis 1
    Cara Membuat Blog (Gambar: 1)

  3. Nah, setelah kita sampai di Blogger.com maka kita akan disuguhkan halaman depan seperti ini.

    Cara Membuat Blog Sendiri Gratis 2
    Cara Membuat Blog (Gambar: 2)

    Inilah alasan mengapa tadi saya terlebih dahulu memastikan kepada Anda untuk memiliki akun Gmail, karena jika tidak punya, maka tentunya kita hanya akan berhenti pada Halaman depan Blogger ini (service login).

  4. Lanjut, saya anggap tadi Anda sudah bisa menembus pertahanan Google (service login) tersebut.

    Setelah masuk pada halaman utama (home) Blogger, klik tombol New Blog atau Blog Baru yang ada di sebelah pojok kanan atas layar monitor Anda.

    Cara Membuat Blog Sendiri Gratis 3
    Cara Membuat Blog (Gambar: 3)

  5. Nanti akan muncul Pop Up seperti gambar dibawah ini.

    Cara Membuat Blog Sendiri Gratis 4
    Cara Membuat Blog (Gambar: 4)

  6. Tinggal Anda isi Title dengan Judul Blog dan Address dengan Alamat Blog. Ohya, pastikan saat Anda memilih Nama Blog, muncul Simbol Check berwarna biru di sebelah kanan, kalau muncul tanda atau Simbol Pentung berarna merah itu artinya nama Blog yang Anda pilih sudah digunakan orang lain.

    cara+membuat+blog+blogger+sendiri+gratis+4
    Cara Membuat Blog (Gambar: 5)

    Langkah akhir tinggal Anda klik Buat Blog atau Create blog!

Sampai disini sebenarnya kita sudah berhasil Membuat Blog di Blogger. Namun belum maksimal, karena kita belum menyentuh XML atau Template dari Blog yang baru saja kita buat, jadi jika Blog yang baru saja kita buat dibuka, maka Tampilannya akan masih sederhana.

Untuk cara mendekorasi blog dan segala macamnya, akan saya bahas di Artikel selanjutnya ya, karena mengingat judul yang saya buat hanyalah untuk membahas Cara Membuat Blog, bukan cara Mendekorasi Blog. Hehe, jadi tunggu saja Trik lainnya yang akan diberikan oleh Blog Berguru SEO ini.


posting 04 FEBRUARI 2015

MATA KULIAH KIMIA KLINIK



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Ureum berasal dari penguraian protein, terutama yang berasal dari makanan. Pada orang sehat yang makanannya banyak mengandung protein, ureum biasanya berada di atas rentang normal. Kadar rendah biasanya tidak dianggap abnormal karena mencerminkan rendahnya protein dalam makanan atau ekspansi volume plasma. Namun,  bila kadarnya sangat rendah bisa mengindikasikan penyakit hati berat. Kadar urea  bertambah dengan bertambahnya usia, juga walaupun tanpa penyakit ginjal. Peningkatan kadar urea disebut uremia. Untuk mengukur kadar ureum diperlukan sampel serum atau plasma heparin.
Gagal ginjal akut dapat disebabkan oleh glomerulonefritis, hipertensi maligna, obat atau logam nefrotoksik, nekrosis korteks ginjal. Gagal ginjal kronis disebabkan oleh glomerulonefritis, pielonefritis, diabetes mellitus, arteriosklerosis, amiloidosis, penyakit tubulus ginjal, penyakit kolagen-vaskular. Uremia pascarenal terjadi akibat obstruksi saluran kemih di bagian bawah ureter, kandung kemih, atau urethra yang menghambat ekskresi urin. Obstruksi ureter bisa oleh  batu, tumor, peradangan, atau kesalahan pembedahan. Obstruksi leher kandung kemih atau uretra bisa oleh prostat, batu, tumor, atau peradangan. Urea yang tertahan di urin dapat berdifusi masuk kembali ke dalam darah. Urea yang terbentuk dibuang lewat ginjal, keringat dan feses (Ureum mengalami degradasi oleh kerja bakteri usus).
Pembuangan lewat urin ± 80% - 90% dari total Nitrogen dalam urin, setelah mengalami filtrasi, reabsorbsi dan sekresi oleh glomerulus dan tubulus ginjal. Dengan demikian dapat dinilai fungsi ginjal.



B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian ureum/urea?
2.      Bagaimana cara untuk mengetahui metabolisme urea?
3.      Bagaimana cara mengetahui masalah kinis urea/ureum?
4.      Bagaimana cara mengetahui metode pemeriksaan dan perhitungan kadar total urea/ureum?
5.      Bagaimana cara mengetahui proses pemeriksaan urea/ureum?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian ureum/urea.
2.      Untuk mengetahui metabolisme urea.
3.      Untuk mengetahui masalah klinis tentang urea.
4.      Untuk mengetahui metode pemeriksaan dan penghitungan kadar total urea/ureum.
5.      Untuk mengetahui cara proses pemeriksaan urea/ureum.
6.      Untuk menambah wawasan mahasiswa tentang urea/ureum.









BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Urea/Ureum
Urea merupakan senyawa hasil metabolisme nitrogen. Pengukuran kadar urea nitrogen dapat dilakukan di dalam cairan tubuh, yaitu serum/plasma dan urin
Ureum adalah suatu molekul kecil yang mudah mendifusi kedalam cairan ekstrasel, tetapi pada akhirnya dipekatkan dalam urin dan di ekskresi.
(http://dyanelekkodhog.blogspot.com/2011/09/ureum-dan-kreatinin.html)
Ureum merupakan hasil akhir metabolisme protein. Berasal dari asam amino yang telah dipindah amonianya di dalam hati dan mencapai ginjal, dan diekskresikan rata-rata 25 - 30 gram sehari. Kadar ureum darah yang normal adalah 20 mg – 40 mg setiap 100 ccm darah, tetapi hal ini tergantung dari jumlah normal protein yang di makan dan fungsi hati dalam pembentukan ureum.
Adapun nilai rujukan pemeriksaan kadar total ureum normal, yaitu :
·         Dewasa : 5 – 25 mg/dl
·         Anak-anak : 5 – 20 mg/dl
·         Bayi : 5 – 15 mg/dl
·         Lanjut usia : kadar sedikit lebih tinggi daripada dewasa.
B.     Metabolisme Ureum
Gugusan amino dilepas dari asam amino bila asam amino itu didaur ulang menjadi sebagian dari protein atau dirombak dan dikeluarkan dari tubuh,Aminotransferase ( transaminase) yang ada diberbagai jaringan mengkatalisis pertukaran gugusan amino antara senyawa–senyawa yang ikut serta dalam reaksi – reaksi sintesis. Deaminasi oksidatif memisahkan gugusan amino dari molekul aslinya dan gugusan amino yang dilepaskan itu diubah menjadi amonia. Amonia diantar ke hati dan dirubah menjadi reaksi - reaksi bersambung. Hampir seluruh urea dibentuk didalam hati , dari katabolisme asam - asam amino dan merupakan produk ekskresi metabolisme protein yang utama. Konsentrasi urea dalam plasma darah terutama menggambarkan keseimbangan antara pembentukan urea dan katabolisme protein serta ekskresi urea oleh ginjal : sejumlah urea dimetabolisme lebih lanjut
dan sejumlah kecil hilang dalam keringat dan feses ( Baron D.N, 1995 ).





 





Gambar.1 Skema metabolisme ureum dalam tubuh







C.           Mekanisme Deaminasi

4
 
Deaminasi  oksidatif  adalah  proses  pemecahan  (hidrolisis)  asam  amino  menjadi asam keto dan ammonia (NH4+), secara skematik digambarkan sebagai berikut:



 



Asam amino (deaminasi) 2 NH3 + CO2   CO(NH3)2  + H2O
                                                                   Ammonia                           urea

CHO asetil Co-A

                                    Skema deaminasi



Deaminasi   menghasilkan   2   senyawa   penting   yaitu   senyawa   nitrogen   dan nonnitrogen.
1.         Senyawa  nonnitrogen  yang  mengandung  gugus  C, H, dan O selanjutnya diubah menjadi asetil Co-A untuk sumber energi melalui jalur siklus Kreb’s
atau disimpan dalam bentuk glikogen.
2.         Senyawa   nitrogen dikeluarkan   lewat urin setelah diubah  lebih  dahulu menjadi ureum (skema deaminasi).
Proses   deaminasi   kebanyakan   terjadi   di   hati,   oleh   karena   itu   pada gangguan  fungsi hati (liver) kadar NH3  meningkat.  Pengeluaran  (ekskresi) urea melalui ginjal dikeluarkan bersama urin. (Raven, P.H., and Johnson, G.B.).

D.  Masalah Klinis
1. Peningkatan Kadar
Peningkatan kadar urea disebut uremia. Azotemia mengacu pada peningkatan semua senyawa nitrogen berberat molekul rendah (urea, kreatinin, asam urat) pada gagal ginjal. Penyebab uremia dibagi menjadi tiga, yaitu penyebab prarenal, renal, dan pascarenal. Uremia prarenal terjadi karena gagalnya mekanisme yang bekerja sebelum filtrasi oleh glomerulus. Mekanisme tersebut meliputi : 1) penurunan aliran darah ke ginjal seperti pada syok, kehilangan darah, dan dehidrasi; 2) peningkatan katabolisme protein seperti pada perdarahan gastrointestinal disertai pencernaan hemoglobin dan penyerapannya sebagai protein dalam makanan, perdarahan ke dalam jaringan lunak atau rongga tubuh, hemolisis, leukemia (pelepasan protein leukosit), cedera fisik berat, luka bakar, demam.
Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (penyebab tersering) yang menyebabkan gangguan ekskresi urea. Gagal ginjal akut dapat disebabkan oleh glomerulonefritis, hipertensi maligna, obat atau logam nefrotoksik, nekrosis korteks ginjal. Gagal ginjal kronis disebabkan oleh glomerulonefritis, pielonefritis, diabetes mellitus, arteriosklerosis, amiloidosis, penyakit tubulus ginjal, penyakit kolagen-vaskular.
Uremia pascarenal terjadi akibat obstruksi saluran kemih di bagian bawah ureter, kandung kemih, atau urethra yang menghambat ekskresi urin. Obstruksi ureter bisa oleh batu, tumor, peradangan, atau kesalahan pembedahan. Obstruksi leher kandung kemih atau uretra bisa oleh prostat, batu, tumor, atau peradangan. Urea yang tertahan di urin dapat berdifusi masuk kembali ke dalam darah.
Beberapa jenis obat dapat mempengaruhi peningkatan urea, seperti : obat nefrotoksik; diuretic (hidroklorotiazid, asam etakrinat, furosemid, triamteren); antibiotic (basitrasin, sefaloridin (dosis besar), gentamisin, kanamisin, kloramfenikol, metisilin, neomisin, vankomisin); obat antihipertensi (metildopa, guanetidin); sulfonamide; propanolol, morfin; litium karbonat; salisilat. Sedangkan obat yang dapat menurunkan kadar urea misalnya fenotiazin.
2. Penurunan Kadar
Penurunan kadar urea sering dijumpai pada penyakit hati yang berat. Pada nekrosis hepatik akut, sering urea rendah asam-asam amino tidak dapat dimetabolisme lebih lanjut. Pada sirosis hepatis, terjadi pengurangan sintesis dan sebagian karena retensi air oleh sekresi hormone antidiuretik yang tidak semestinya. Pada karsinoma payudara yang sedang dalam pengobatan dengan androgen yang intensif, kadar urea rendah karena kecepatan anabolisme protein yang tinggi. Pada akhir kehamilan, kadar urea kadang-kadang terlihat menurun, ini bisa karena peningkatan filtrasi glomerulus, diversi nitrogen ke fetus, atau karena retensi air. Penurunan kadar urea juga dijumpai pada malnutrisi protein jangka panjang. Penggantian kehilangan darah jangka panjang, dekstran, glukosa, atu saline intravena, bisa menurunkan kadar urea akibat pengenceran.
Untuk menilai fungsi ginjal, permintaan pemeriksaan BUN hampir selalu disatukan dengan
kreatinin (dengan darah yang sama). Rasio BUN terhadap kreatinin merupakan suatu indeks yang baik untuk membedakan antara berbagai kemungkinan penyebab uremia. Rasio BUN/kreatinin biasanya berada pada rentang 12-20. Peningkatan kadar BUN dengan kreatinin yang normal mengindikasikan bahwa penyebab uremia adalah nonrenal (prarenal). Peningkatan BUN lebih pesat daripada kreatinin menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Pada dialysis atau transplantasi ginjal yang berhasil, urea turun lebih cepat daripada kreatinin. Pada gangguan ginjal jangka panjang yang paranh, kadar yrea terus meningkat, sedangkan kadar kreatinin cenderung mendatar, mungkin akibat akskresi melalui saluran cerna. Rasio Blood Urea Nitrogen (BUN) /kreatinin rendah (<12)>20) dengan kreatinin normal dijumpai pada uremia prarenal, diet tinggi protein, perdarahan saluran cerna, keadaan katabolik. Rasio Blood Urea Nitrogen (BUN)/kreatinin tinggi (>20) dengan kreatinin tinggi dijumpai pada azotemia prarenal dengan penyakit ginjal, gagal ginjal, azotemia pascarenal. (Widman, Frances K. 1995).
E.     Metode-Metode Pemeriksaan Kadar Urea/Ureum
1.        Reaksi urea dengan α-diketon dan senyawa -oksim
Metode ini dapat menggunakan reagen diacetil, diasetil monoksim, diasetil dioksim, fenilpropanadion, fenilpropanadion monoksim, α-isonitrosopropiofenon, heptoksim, nioksim, dan diasetil monoksim glukuronolakton. Akan tetapi metode ini kurang spesifik karena digunakan juga dalam penetapan kadar sitrulin, alantoin, kreatinin, arginin, protein, dan lain-lain. Kelemahan lain yang dimiliki metode ini adalah produk warna yang dihasilkan kurang stabil, tidak memenuhi hukum Lambert-Beer, serta memerlukan deproteinasi dan pemanasan sampai 100o C. (Nyoman, Suci W. 2008.)
2.    Pengukuran kadar amonia yang dihasilkan dari reaksi urea dengan urease
Pada metode ini, urea dipecah dengan enzim urease enghasilkan CO2 dan amonia. Selanjutnya amonia yang dibebaskan ditetapkan kadarnya dengan reagen Berthelot. Belum diketahui adanya senyawa lain dalam tubuh yang mengalami pemecahan yang sama dengan urea, oleh karena itu metode ini mempunyai spesifitas yang tinggi terhadap urea. (Nyoman, Suci W. 2008.)
3.    Pengukuran dengan elektroda ion selektif
Metode ini memanfaatkan urease yang dilekatkan pada membran dan pengukuran amonia yang dihasilkan dengan elektrode ion spesifik, tetapi metode ini masih dalam tahap pengembangan. (Nyoman, Suci W. 2008.)
4.    Pengukuran urea dengan optical test, menggunakan urease dan glutamat dehidrogenase
Metode ini paling memuaskan karena penggunaan urease dikombinasikan dengan glutamat dehidrogenase.
Metode fotometri lain, yaitu menggunakan p-dimetilaminobenzaldehid atau xantidrol, akan tetapi tidak spesifik dan belum banyak diketahui. Selain metode tersebut, urea dapat diukur dengan mikrodifusi, gasometri atau metode elektrokimia, tetapi sulit diterapkan untuk pekerjaan rutin Diantara metode tersebut, metode pemecahan dengan urease dilanjutkan dengan pengukuran amonia dengan metode Berthelot paling sering digunakan. (Nyoman, Suci W. 2008.)




F.     Proses Pemeriksaan Ureum
a.       Metode berthelot
-          Tahap Pra-Analitik
Pada tahap ini mencakup persiapan pasien, sample, reagen yang akan digunakan terlebih dahulu diperiksa, dan alat yang akan dipakai.
1.             persiapan pasien  :  tidak ada persiapan khusus
2.             persiapan sample : darah sebanyak 2 cc yang ditampung dalam tabung sentripuge yang kemudian di sentripuge selama 5 menit.
3.             Persiapan Reagen berupa larutan kerja dan standar terlebih dahulu diperiksa tanggal kadaluarsa reagen tersebut.
4.             Persiapan alat berupa spektrofometer yang harus dipanaskan terlebih dahulu.
-          Tahap analitik
Prinsip:
Urea dipecah menjadi amonia dan karbon dioksida dengan pemberian urease. Amonia yang dibebaskan ditentukan dengan metode Bethelot.
 Prinsip dari metode ini sebagai berikut :
urease
 
NH2
C                           O    +   H2O                       2NH3  +  CO2                                     
NH2


Amonia yang dihasilkan ditetapkan kadarnya dengan metode Berthelot. Reaksi yang terjadi sebagai berikut :
I.    NH3    +    HOCl                                    H2NCl   +   H2O (pH > 7,5)
                 As. hipoklorit                                 Kloramin

 [Fe(CN)5NO]2- + 2 OH-             [Fe(CN)5NO2]4- + H2O               [Fe(CN)5H2O]3- +  NO2-
        Nitroprusid                                                 nitritopentasianoferat               aquapentasianoferat
II.  [Fe(CN)5H2O]3-  + H2NCl          kompleks + fenol               

                                                                                      (dalam medium basa)
       pembentukan monokloramin berlangsung paling cepat pada pH 10.5, sedangkan pada pH > 11.5 berjalan sangat lambat dan pada pH < 10.5 produk monokloramin yang terbentuk cepat terdekomposisi. Oleh karena itureaksi hendaknya dilakukan pada pH 10.5 – 11.5
       sensitifitas reaksi dapat ditingkatkan mensubstitusi posisi 2 dari cincin fenol dengan donor elektron. Senyawa yang direkomendasikan adalah 2-Klorofenol. Untuk tujuan klinik, salisilat terbukti cukup sensitif.
       Pengukuran kadar amonia dengan metode Berthelot sangat sensitif dan mempunyai koefisien ekstingsi molar (ε) sebesar 20000. Selain itu metode ini memiliki spesifisitas yang tinggi terhadap ion amonium. Reaksi berjalan lambat tapi dapat ditingkatkan dengan penambahan agen pengkopling, seperti Na-nitroprusid.
Pereaksi :
a.           Larutan nitroprusid-salisilat.
Larutan 3 g natrium salisilat dan 60 mg natrium nitroprusid dalam air demineral hingga 100,0 mL. (Larutan ini dapat disimpan selama 6 bulan pada 4 ºC dalam ruang gelap atau 1 bulan pada suhu kamar).
b.           Larutan stok hipoklorit (NaOCl dalam akuades hingga 100,0 mL. Larutan tersebut dapat disimpan selama 1 bulan pada suhu kamar.
c.           Larutan natrium hidroksida (12,5 mol/L).
Larutan 50 g NaOH dalam akuades hingga 100,0 mL.
d.          Larutan NaOH-hipoklorit (NaOC1 550 mmol/L; NaOH 6,25 mol/L).
Campurkan dengan jumlah yang sama larutan stok hipoklorit (1,1 mol/L) dengan larutan NaOH (12,5 mol/L). (larutan ini dapat disimpan selama  6 bulan pada 4ºC dalam ruang gelap atau 1 bulan pada suhu kamar).
e.           Larutan urea-nitrogen baku (20 mg/100 mL atau 7,13 mmol/L).
Larutan 42,8 mg urea dalam larutan jenuh, dingin asam benzoat dalam air demineral dan encerkan hingga 100,0 mL dengan larutan asam benzoat yang sama. Larutan ini stabil dalam jangka waktu tak terbatas.
f.            Bufer EDTA (27 mmol/L, pH 6,5).
Larutan 1 g .2H20 dalam 99 mL air demineral, atur pH larutan hingga tepat 6,5 menggunakan larutan NaOH, encerkan dengan air demineral hingga 100,0 mL. Larutan ini stabil dalam jangka waktu tak terbatas.
g.           Larutan 25 mg urease dalam buffer EDTA dan encerkan hingga 50,0 mL denngan buffer tersebut. Larutan stabil selama beberapa minggu pada 4 ºC
Prosedur :

Sampel
(mL)
Blangko sample
(mL)
Baku
(mL)
Blangko baku
(mL)
Larutan urease
0,1
-
0,1
-
Serum, plasma
0,02
0,02
-
-
Larutan baku
-
-
0,02
0,02
Inkubasi pada 37ºC selama 20 menit atau pada suhu kamar selama 30 menit
Larutan salisilas
2,5
2,5
2,5
2,5
Larutan urease
-
0,1
-
0,1
Larutan hipoklorit
2,5
2,5
2,5
2,5
Biarkan masing-masing larutan selama 10 menit pada suhu kamar, kemudian baca absorban terhadap blangko air demineral pada λ = 546 nm ( 540 – 590 nm).

Perhitungan :
  Tahap paska analitik
Pada tahap pasca analitik ini mencakup pembacaan hasil, dan pencatatan hasil
1.         pembacaan hasil
2.        Nilai normal

b.      metode enzimatik

Prinsip:
Prinsip dari metode enzimatik ini adalah urea dalam sampel serum atau urin dengan bantuan enzyme urease akan menghasilkan amoniak dan CO2. Kemudian amoniak bersama dengan a-ketoglutarat, NADH dan dibantu oleh enzyme GLDH akan menghasilkan L-glutamat, NAD dan H2O. Penurunan absorbansi pada panjang gelombang 340 nm menunjukkan adanya peningkatan NADH yang digunakan atau peningkatan kadar urea dalam sampel. 
Reaksi:
Urea + H2O                 urease                      amoniak + CO2
amoniak + a-ketoglutarat + NADH + H+                         GLDH             L-glutamat + NAD + H2O
Prosedur :

Baku  (μL)
Sampel (μL)
Baku
10

Serum atau
Urin (pengenceran 101x)
-
10
Reagen 1
10
10
Campurkan dan inkubasi selama 5 menit pada suhu 370 C
Reagen 2
250
250
Campurkan dan inkubasi selama 30-40 detik pada suhu 370 C
ukur absorban pertama (menit ke 0) pada λ = 365 nm, tebal kurvet 1 cm " . Kemudian, ukur kembali absorban larutan tersebut 1 menit sesudah pengukuran pertama (").
Perhitungan :
Absorbansi sampel atau baku =
kadar urea=  x konsentrasi baku x faktor pengenceran (untuk urin)

G.      Hal-hal  Yang  Harus  Diperhatikan  Dalam  melakukan  Pemeriksaan

Dalam pemeriksaan di laboratorium, pemeriksaan atau analisa perlu memperhatikan   tahap      tahap   pemeriksaan   yang   kemungkinan   terjadi kesalahan dalam pemeriksaan.
Kesalahan pemeriksaan laboratorium meliputi tahap – tahap :

1.   Pra  Analitik

a.       Pengambilan sampel darah terjadi hemolisa
b.      Penundaan sampel .
2.   Analitik

a.   Reagen

Hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan reagen adalah :

1)  Fisik : kemasan, kadaluarsa dan perubahan warna.

2)  Suhu penyimpanan.   b. Alat
1)  Alat tidak dijaga kebersihan dan ketepatannya.

2)  Bagian – bagian fotometer tidak berfungsi dengan baik.

3)  Alat – alat yang tidak memenuhi standar seperti lampu fotometer redup sebaiknya diganti.
c.   Metode Penelitian

3.   Pasca Analitik

a.          Pencatatan dan pelaporan

Hasil pemeriksaan harus dicatat di buku arsip dan diperiksa hasil yang dilaporkan apakah sudah sesuai.












BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
-          Urea merupakan senyawa hasil metabolisme nitrogen. Pengukuran kadar urea nitrogen dapat dilakukan di dalam cairan tubuh, yaitu serum/plasma dan urin.
-          Adapun nilai rujukan pemeriksaan kadar total ureum normal, yaitu :
·         Dewasa : 5 – 25 mg/dl
·         Anak-anak : 5 – 20 mg/dl
·         Bayi : 5 – 15 mg/dl
·         Lanjut usia : kadar sedikit lebih tinggi daripada dewasa.
-          Perhitungan metode barthelot :
             
-          Perhitungan metode enzimatik
Absorbansi sampel atau baku =
kadar urea=  x konsentrasi baku x faktor pengenceran (untuk urin)


B.     Saran
Sebaiknya mahasiswa dapat memperhatikan prosedur kerja yang berlaku agar proses pengerjaan dan pemeriksaan dapat berjalan dengan baik. Karena sampel berupa darah maka, mahasiswa setiap praktikum selalu mengutamakan keselamatan dengan memakai Alat Pelindung Diri (APD). Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua dan apabila ada kesalahan dalam penulisan makalah ini, kami selaku penulis memohon maaf. Jadi, saran dan pesan pembaca sangat berguna untuk memperbaiki penulisan makalah kami. Terimakasih.


















DAFTAR PUSTAKA

Baron, D. N, 1995. Kapita Selekta Patologi Klinik (A Short Text Book of Chemical
 Pathology) Edisi 4. EGC. Jakarta.
http://dyanelekkodhog.blogspot.com/2011/09/ureum-dan-kreatinin.html [Diakses tanggal 8 Mei 2013].
Nyoman, Suci W. 2008. Kadar Ureum dalam Penderita Gagal Ginjal yang Menjalani Terapi Hemodialisis.
Raven, P.H., and Johnson, G.B. (1986). Biology. New York: Times   Mirror/ Mosby
College Publishing.

Widman, Frances K. 1995. Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi 9. Terj. : Gandasoebroto, et al. EGC. Jakarta.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar