Edisi 165
April 2008
(( Dengan demikian kita tidak akan bingung lagi bila mendapati pada ayam
terdapat sumbatan lendir di saluran pernafasan, lendir menggantung seperti
tali, pial bengkak, keunguan, kotoran encer berwarna hijau, perdarahan pada
jantung, hati pucat dan berbintik kuning keabuan. ))
Seorang praktisi peternakan menceritakan pengalamannya terkait dengan serangan
kolera di wilayah kerjanya, "Untuk mendiagnos penyakit kolera ini
dibutuhkan kejelian tersendiri karena tanda-tandanya sering kali nampak seperti
penyakit lain misalnya ND, CRD atau Fowl thypoid.”
Memang, beberapa penyakit lain dapat dikelirukan dengan penyakit kolera ini
yaitu ND, fowl thypoid dan colibacillosis. Diagnosa Kolera biasanya dilakukan
berdasarkan gejala klinis dengan adanya kematian yang mendadak dan pemeriksaan
bedah bangkai dengan mengamati perubahan yang terjadi pada organ-organ tubuh.
Masa inkubasi penyakit Kolera sendiri berlangsung selama 3-9 hari. Seorang
praktisi yang banyak mengamati kasus kolera pada ayam petelur di Blitar ini
mengatakan, "Serangan kolera terjadi pada umur lebih dari 4 bulan.
Kadang-kadang ayam mati tanpa gejala klinis yang jelas, biasanya pada malam
hari."
Menurut referensi ilmiah, kejadian penyakit dapat dibedakan menjadi 3 bentuk.
Perakut
Pada bentuk perakut kasus Kolera, biasanya terjadi kematian mendadak tanpa
didahului oleh gejala klinik. Pada bedah bangkai, kejadian perakut dijumpai
berbagai bentuk perdarahan pada jantung, hati, paru-paru, jaringan lemak,
rongga perut dan emmbrana mukosa saluran pencernaan termasuk usus,
proventrikulus dan lambung/ampela.
Akut
Pada kejadian yang bersifat akut gejala klinik dapat diamati beberapa jam
sebelum ayam mati. Ayam tampak lesu, mengantuk, bulu berdiri, demam, nafsu
makan dan minum menurun. Tampak adanya cairan agak kental keluar dari mulut dan
menggantung seperti seutas tali.
Diare yang terjadi pada awalnya encer, berwarna kekuningan dan berangsur
menjadi kehijauan bercampur lendir dan berbau busuk. Adanya lendir dalam
saluran pernafasan bagian atas mengakibatkan suara ngorok basah. Jengger dan
pial membengkak berwarna ungu kebiruan (cyanosis).
Pada kejadian Kolera yang bersifat akut, cairan pada selaput pembungkus jantung
dan ascites dapat ditemui. Hati bengkak dan pucat.
Pada sejumlah kasus yang disebabkan P multocida yang ganas dijumpai hati dengan
jalur berwarna kuning pucat disertai bintik perdarahan dan bintik kelabu-kekuningan.
Dijumpai juga folikel telur yang sudah dewasa yang membubur dan memenuhi rongga
perut. Pada folikel telur yang masih muda kadang-kadang berwarna merah akibat
perdarahan.
Ayam yang mampu bertahan hidup menjadi kurus dan mengalami dehidrasi. Angka
kematian sangat bervariasi, mencapai lebih dari 20%. Di samping timbulnya
kematian, juga terjadi penurunan produksi telur.
Kronis
Penyakit dalam bentuk kronis ditemukan jika ayam dapat bertahan selama fase
akut atau terinfeksi oleh bakteri dengan keganasan rendah. Perubahan yang
terjadi pada organ tubuh tergantung proses penyakit yang timbul dan kerapkali
merupakan peralihan bentuk akut dan kronis.
Gejala yang tampak pada periode kronis umumnya berkaitan dengan infeksi lokal
seperti pembengkakan (abses) pada salah satu ataupun kedua pial, persendian
kaki, persendian sayap ataupun telapak kaki.
Gangguan persendian kaki menyebabkan ayam sulit bergerak atau lumpuh.
Kadang-kadang terlihat adanya cairan dari konjungtiva dan tortikolis. Ayam yang
terserang kolera bentuk kronis dapat mengalami kematian, menjadi carrier atau
sebaliknya menjadi sembuh.
Dengan demikian kita tidak akan bingung lagi bila mendapati pada ayam terdapat
sumbatan lendir di saluran pernafasan, lendir menggantung seperti tali, pial bengkak,
keunguan, kotoran encer berwarna hijau, perdarahan pada jantung, hati pucat,
berbintik kuning keabuan.
Itulah beberapa tanda yang dapat mengarah pada diagnosa penyakit Kolera pada
ayam. (YR/ berbagai sumber)
(( Dengan demikian kita tidak akan bingung lagi bila mendapati pada ayam terdapat sumbatan lendir di saluran pernafasan, lendir menggantung seperti tali, pial bengkak, keunguan, kotoran encer berwarna hijau, perdarahan pada jantung, hati pucat dan berbintik kuning keabuan. ))
Seorang praktisi peternakan menceritakan pengalamannya terkait dengan serangan kolera di wilayah kerjanya, "Untuk mendiagnos penyakit kolera ini dibutuhkan kejelian tersendiri karena tanda-tandanya sering kali nampak seperti penyakit lain misalnya ND, CRD atau Fowl thypoid.”
Memang, beberapa penyakit lain dapat dikelirukan dengan penyakit kolera ini yaitu ND, fowl thypoid dan colibacillosis. Diagnosa Kolera biasanya dilakukan berdasarkan gejala klinis dengan adanya kematian yang mendadak dan pemeriksaan bedah bangkai dengan mengamati perubahan yang terjadi pada organ-organ tubuh.
Masa inkubasi penyakit Kolera sendiri berlangsung selama 3-9 hari. Seorang praktisi yang banyak mengamati kasus kolera pada ayam petelur di Blitar ini mengatakan, "Serangan kolera terjadi pada umur lebih dari 4 bulan. Kadang-kadang ayam mati tanpa gejala klinis yang jelas, biasanya pada malam hari."
Menurut referensi ilmiah, kejadian penyakit dapat dibedakan menjadi 3 bentuk.
Perakut
Pada bentuk perakut kasus Kolera, biasanya terjadi kematian mendadak tanpa didahului oleh gejala klinik. Pada bedah bangkai, kejadian perakut dijumpai berbagai bentuk perdarahan pada jantung, hati, paru-paru, jaringan lemak, rongga perut dan emmbrana mukosa saluran pencernaan termasuk usus, proventrikulus dan lambung/ampela.
Akut
Pada kejadian yang bersifat akut gejala klinik dapat diamati beberapa jam sebelum ayam mati. Ayam tampak lesu, mengantuk, bulu berdiri, demam, nafsu makan dan minum menurun. Tampak adanya cairan agak kental keluar dari mulut dan menggantung seperti seutas tali.
Diare yang terjadi pada awalnya encer, berwarna kekuningan dan berangsur menjadi kehijauan bercampur lendir dan berbau busuk. Adanya lendir dalam saluran pernafasan bagian atas mengakibatkan suara ngorok basah. Jengger dan pial membengkak berwarna ungu kebiruan (cyanosis).
Pada kejadian Kolera yang bersifat akut, cairan pada selaput pembungkus jantung dan ascites dapat ditemui. Hati bengkak dan pucat.
Pada sejumlah kasus yang disebabkan P multocida yang ganas dijumpai hati dengan jalur berwarna kuning pucat disertai bintik perdarahan dan bintik kelabu-kekuningan.
Dijumpai juga folikel telur yang sudah dewasa yang membubur dan memenuhi rongga perut. Pada folikel telur yang masih muda kadang-kadang berwarna merah akibat perdarahan.
Ayam yang mampu bertahan hidup menjadi kurus dan mengalami dehidrasi. Angka kematian sangat bervariasi, mencapai lebih dari 20%. Di samping timbulnya kematian, juga terjadi penurunan produksi telur.
Kronis
Penyakit dalam bentuk kronis ditemukan jika ayam dapat bertahan selama fase akut atau terinfeksi oleh bakteri dengan keganasan rendah. Perubahan yang terjadi pada organ tubuh tergantung proses penyakit yang timbul dan kerapkali merupakan peralihan bentuk akut dan kronis.
Gejala yang tampak pada periode kronis umumnya berkaitan dengan infeksi lokal seperti pembengkakan (abses) pada salah satu ataupun kedua pial, persendian kaki, persendian sayap ataupun telapak kaki.
Gangguan persendian kaki menyebabkan ayam sulit bergerak atau lumpuh. Kadang-kadang terlihat adanya cairan dari konjungtiva dan tortikolis. Ayam yang terserang kolera bentuk kronis dapat mengalami kematian, menjadi carrier atau sebaliknya menjadi sembuh.
Dengan demikian kita tidak akan bingung lagi bila mendapati pada ayam terdapat sumbatan lendir di saluran pernafasan, lendir menggantung seperti tali, pial bengkak, keunguan, kotoran encer berwarna hijau, perdarahan pada jantung, hati pucat, berbintik kuning keabuan.
Itulah beberapa tanda yang dapat mengarah pada diagnosa penyakit Kolera pada ayam. (YR/ berbagai sumber)
MATA KULIAH INFORMASI DAN TEKNOLOGI
Cara Membuat Blog Sendiri Gratis di Blogger
Perlu dicatat, ketikka Anda ingin membuat blog di Blogger, maka email yang harus digunakan adalah Gmail, tidak boleh Yahoo Mail ataupun email dari Microsoft.
- Hal pertama yang harus Anda persiapkan tentunya adalah Email dari Google, atau kita sering menyingkatnya Gmail.
Saya yakin 101% dari Anda sudah memiliki Akun Gmail, maka disini saya tidak perlu menjelaskan lagi cara membuatnya. Khusus (spesial) untuk Anda yang belum punya akun Gmail dan dan tidak mau repot mencari Tutorialnya di google. Maka Anda bisa membacanya langsung di Cara Daftar Email di Gmail (Google Mail).
- Setelah Anda menyiapkan Akun Gmail yang akan Anda pakai untuk
Membuat Blog, maka langkah selanjutnya tentu saja kita harus mengunjungi
situs untuk membuat blog tersebut.
Sesuai judul yang saya buat yaitu Membuat Blog di Blogger, maka disini kita akan mengunjungi situs http://www.blogger.com, walaupun blogger.com ini bukan satu-satunya tempat untuk membuat blog. Karena masih ada tempat untuk membuat blog lain, yang juga gratis, diantaranya adalah Wordpress dan Mywapblog.
Cara Membuat Blog (Gambar: 1)
- Nah, setelah kita sampai di Blogger.com maka kita akan disuguhkan halaman depan seperti ini.
Cara Membuat Blog (Gambar: 2)
Inilah alasan mengapa tadi saya terlebih dahulu memastikan kepada Anda untuk memiliki akun Gmail, karena jika tidak punya, maka tentunya kita hanya akan berhenti pada Halaman depan Blogger ini (service login).
- Lanjut, saya anggap tadi Anda sudah bisa menembus pertahanan Google (service login) tersebut.
Setelah masuk pada halaman utama (home) Blogger, klik tombol New Blog atau Blog Baru yang ada di sebelah pojok kanan atas layar monitor Anda.
Cara Membuat Blog (Gambar: 3)
- Nanti akan muncul Pop Up seperti gambar dibawah ini.
Cara Membuat Blog (Gambar: 4)
- Tinggal Anda isi Title dengan Judul Blog dan Address dengan Alamat Blog.
Ohya, pastikan saat Anda memilih Nama Blog, muncul Simbol Check
berwarna biru di sebelah kanan, kalau muncul tanda atau Simbol Pentung
berarna merah itu artinya nama Blog yang Anda pilih sudah digunakan
orang lain.
Cara Membuat Blog (Gambar: 5)
Langkah akhir tinggal Anda klik Buat Blog atau Create blog!
Sampai disini sebenarnya kita sudah berhasil Membuat Blog di Blogger. Namun belum maksimal, karena kita belum menyentuh XML atau Template dari Blog yang baru saja kita buat, jadi jika Blog yang baru saja kita buat dibuka, maka Tampilannya akan masih sederhana.
Untuk cara mendekorasi blog dan segala macamnya, akan saya bahas di Artikel selanjutnya ya, karena mengingat judul yang saya buat hanyalah untuk membahas Cara Membuat Blog, bukan cara Mendekorasi Blog. Hehe, jadi tunggu saja Trik lainnya yang akan diberikan oleh Blog Berguru SEO ini.
posting 04 FEBRUARI 2015
MATA KULIAH KIMIA KLINIK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ureum
berasal dari penguraian protein, terutama yang berasal dari makanan. Pada orang
sehat yang makanannya banyak mengandung protein, ureum biasanya berada di atas
rentang normal. Kadar rendah biasanya tidak dianggap abnormal karena
mencerminkan rendahnya protein dalam makanan atau ekspansi volume plasma.
Namun, bila kadarnya sangat rendah bisa mengindikasikan penyakit hati
berat. Kadar urea bertambah dengan bertambahnya usia, juga walaupun tanpa
penyakit ginjal. Peningkatan kadar urea disebut uremia. Untuk
mengukur kadar ureum diperlukan sampel serum atau plasma heparin.
Gagal ginjal
akut dapat disebabkan oleh glomerulonefritis, hipertensi maligna, obat atau
logam nefrotoksik, nekrosis korteks ginjal. Gagal ginjal kronis disebabkan oleh
glomerulonefritis, pielonefritis, diabetes mellitus, arteriosklerosis,
amiloidosis, penyakit tubulus ginjal, penyakit kolagen-vaskular. Uremia
pascarenal terjadi akibat obstruksi saluran kemih di bagian bawah ureter,
kandung kemih, atau urethra yang menghambat ekskresi urin. Obstruksi ureter
bisa oleh batu, tumor, peradangan, atau kesalahan pembedahan. Obstruksi
leher kandung kemih atau uretra bisa oleh prostat, batu, tumor, atau
peradangan. Urea yang tertahan di urin dapat berdifusi masuk kembali ke dalam
darah. Urea yang terbentuk dibuang lewat ginjal, keringat dan feses (Ureum
mengalami degradasi oleh kerja bakteri usus).
Pembuangan
lewat urin ± 80% - 90% dari total Nitrogen dalam urin, setelah mengalami
filtrasi, reabsorbsi dan sekresi oleh glomerulus dan tubulus ginjal. Dengan
demikian dapat dinilai fungsi ginjal.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian ureum/urea?
2. Bagaimana
cara untuk mengetahui metabolisme urea?
3. Bagaimana
cara mengetahui masalah kinis urea/ureum?
4. Bagaimana
cara mengetahui metode pemeriksaan dan perhitungan kadar total urea/ureum?
5. Bagaimana
cara mengetahui proses pemeriksaan urea/ureum?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian ureum/urea.
2. Untuk
mengetahui metabolisme urea.
3. Untuk
mengetahui masalah klinis tentang urea.
4. Untuk
mengetahui metode pemeriksaan dan penghitungan kadar total urea/ureum.
5. Untuk
mengetahui cara proses pemeriksaan urea/ureum.
6. Untuk
menambah wawasan mahasiswa tentang urea/ureum.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Urea/Ureum
Urea merupakan senyawa hasil metabolisme nitrogen. Pengukuran kadar urea
nitrogen dapat dilakukan di dalam cairan tubuh, yaitu serum/plasma dan urin
Ureum
adalah suatu molekul kecil yang mudah mendifusi kedalam cairan ekstrasel,
tetapi pada akhirnya dipekatkan dalam urin dan di ekskresi.
(http://dyanelekkodhog.blogspot.com/2011/09/ureum-dan-kreatinin.html)
Ureum
merupakan hasil akhir metabolisme protein. Berasal dari asam amino yang telah
dipindah amonianya di dalam hati dan mencapai ginjal, dan diekskresikan
rata-rata 25 - 30 gram sehari. Kadar ureum darah yang normal adalah 20 mg – 40
mg setiap 100 ccm darah, tetapi hal ini tergantung dari jumlah normal protein
yang di makan dan fungsi hati dalam pembentukan ureum.
Adapun nilai rujukan pemeriksaan kadar total ureum
normal, yaitu :
·
Dewasa
: 5 – 25 mg/dl
·
Anak-anak
: 5 – 20 mg/dl
·
Bayi
: 5 – 15 mg/dl
·
Lanjut usia
: kadar sedikit lebih tinggi daripada dewasa.
B.
Metabolisme
Ureum
Gugusan
amino dilepas dari asam amino bila asam amino itu didaur ulang menjadi sebagian
dari protein atau dirombak dan dikeluarkan dari tubuh,Aminotransferase (
transaminase) yang ada diberbagai jaringan mengkatalisis pertukaran gugusan
amino antara senyawa–senyawa yang ikut serta dalam reaksi – reaksi sintesis.
Deaminasi oksidatif memisahkan gugusan amino dari molekul aslinya dan gugusan
amino yang dilepaskan itu diubah menjadi amonia. Amonia diantar ke hati dan
dirubah menjadi reaksi - reaksi bersambung. Hampir seluruh urea dibentuk
didalam hati , dari katabolisme asam - asam amino dan merupakan produk ekskresi
metabolisme protein yang utama. Konsentrasi urea dalam plasma darah terutama
menggambarkan keseimbangan antara pembentukan urea dan katabolisme protein
serta ekskresi urea oleh ginjal : sejumlah urea dimetabolisme lebih lanjut
dan sejumlah kecil hilang dalam keringat dan feses (
Baron D.N, 1995 ).
Gambar.1 Skema metabolisme ureum
dalam tubuh
C.
Mekanisme Deaminasi
|
Asam amino → (deaminasi) → 2 NH3 + CO2 → CO(NH3)2 + H2O
Ammonia urea
→ CHO → asetil Co-A
Skema deaminasi
Deaminasi
menghasilkan 2
senyawa penting
yaitu senyawa nitrogen
dan
nonnitrogen.
1.
Senyawa
nonnitrogen yang mengandung gugus
C, H, dan O selanjutnya diubah menjadi asetil Co-A untuk sumber energi melalui jalur siklus Kreb’s
atau disimpan
dalam bentuk glikogen.
2.
Senyawa nitrogen dikeluarkan lewat urin setelah diubah lebih
dahulu menjadi
ureum (skema deaminasi).
Proses deaminasi kebanyakan terjadi di hati, oleh
karena itu
pada gangguan
fungsi hati (liver) kadar NH3 meningkat. Pengeluaran (ekskresi)
urea melalui ginjal dikeluarkan bersama urin. (Raven, P.H., and Johnson, G.B.).
D. Masalah
Klinis
1. Peningkatan Kadar
1. Peningkatan Kadar
Peningkatan
kadar urea disebut uremia. Azotemia mengacu pada peningkatan semua senyawa
nitrogen berberat molekul rendah (urea, kreatinin, asam urat) pada gagal
ginjal. Penyebab uremia dibagi menjadi tiga, yaitu penyebab prarenal, renal,
dan pascarenal. Uremia prarenal terjadi karena gagalnya mekanisme yang
bekerja sebelum filtrasi oleh glomerulus. Mekanisme tersebut meliputi : 1)
penurunan aliran darah ke ginjal seperti pada syok, kehilangan darah, dan
dehidrasi; 2) peningkatan katabolisme protein seperti pada perdarahan
gastrointestinal disertai pencernaan hemoglobin dan penyerapannya sebagai protein
dalam makanan, perdarahan ke dalam jaringan lunak atau rongga tubuh, hemolisis,
leukemia (pelepasan protein leukosit), cedera fisik berat, luka bakar, demam.
Uremia
renal terjadi akibat gagal ginjal (penyebab tersering) yang menyebabkan
gangguan ekskresi urea. Gagal ginjal akut dapat disebabkan oleh
glomerulonefritis, hipertensi maligna, obat atau logam nefrotoksik, nekrosis
korteks ginjal. Gagal ginjal kronis disebabkan oleh glomerulonefritis,
pielonefritis, diabetes mellitus, arteriosklerosis, amiloidosis, penyakit
tubulus ginjal, penyakit kolagen-vaskular.
Uremia
pascarenal terjadi akibat obstruksi saluran kemih di bagian bawah ureter,
kandung kemih, atau urethra yang menghambat ekskresi urin. Obstruksi ureter
bisa oleh batu, tumor, peradangan, atau kesalahan pembedahan. Obstruksi leher
kandung kemih atau uretra bisa oleh prostat, batu, tumor, atau peradangan. Urea
yang tertahan di urin dapat berdifusi masuk kembali ke dalam darah.
Beberapa jenis
obat dapat mempengaruhi peningkatan urea, seperti : obat nefrotoksik; diuretic
(hidroklorotiazid, asam etakrinat, furosemid, triamteren); antibiotic
(basitrasin, sefaloridin (dosis besar), gentamisin, kanamisin, kloramfenikol,
metisilin, neomisin, vankomisin); obat antihipertensi (metildopa, guanetidin);
sulfonamide; propanolol, morfin; litium karbonat; salisilat. Sedangkan obat
yang dapat menurunkan kadar urea misalnya fenotiazin.
2.
Penurunan Kadar
Penurunan kadar urea sering dijumpai
pada penyakit hati yang berat. Pada nekrosis hepatik akut, sering urea rendah
asam-asam amino tidak dapat dimetabolisme lebih lanjut. Pada sirosis hepatis,
terjadi pengurangan sintesis dan sebagian karena retensi air oleh sekresi
hormone antidiuretik yang tidak semestinya. Pada karsinoma payudara yang sedang
dalam pengobatan dengan androgen yang intensif, kadar urea rendah karena
kecepatan anabolisme protein yang tinggi. Pada akhir kehamilan, kadar urea
kadang-kadang terlihat menurun, ini bisa karena peningkatan filtrasi
glomerulus, diversi nitrogen ke fetus, atau karena retensi air. Penurunan kadar
urea juga dijumpai pada malnutrisi protein jangka panjang. Penggantian
kehilangan darah jangka panjang, dekstran, glukosa, atu saline intravena, bisa
menurunkan kadar urea akibat pengenceran.
Untuk menilai fungsi ginjal, permintaan pemeriksaan BUN hampir selalu disatukan dengan kreatinin (dengan darah yang sama). Rasio BUN terhadap kreatinin merupakan suatu indeks yang baik untuk membedakan antara berbagai kemungkinan penyebab uremia. Rasio BUN/kreatinin biasanya berada pada rentang 12-20. Peningkatan kadar BUN dengan kreatinin yang normal mengindikasikan bahwa penyebab uremia adalah nonrenal (prarenal). Peningkatan BUN lebih pesat daripada kreatinin menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Pada dialysis atau transplantasi ginjal yang berhasil, urea turun lebih cepat daripada kreatinin. Pada gangguan ginjal jangka panjang yang paranh, kadar yrea terus meningkat, sedangkan kadar kreatinin cenderung mendatar, mungkin akibat akskresi melalui saluran cerna. Rasio Blood Urea Nitrogen (BUN) /kreatinin rendah (<12)>20) dengan kreatinin normal dijumpai pada uremia prarenal, diet tinggi protein, perdarahan saluran cerna, keadaan katabolik. Rasio Blood Urea Nitrogen (BUN)/kreatinin tinggi (>20) dengan kreatinin tinggi dijumpai pada azotemia prarenal dengan penyakit ginjal, gagal ginjal, azotemia pascarenal. (Widman, Frances K. 1995).
Untuk menilai fungsi ginjal, permintaan pemeriksaan BUN hampir selalu disatukan dengan kreatinin (dengan darah yang sama). Rasio BUN terhadap kreatinin merupakan suatu indeks yang baik untuk membedakan antara berbagai kemungkinan penyebab uremia. Rasio BUN/kreatinin biasanya berada pada rentang 12-20. Peningkatan kadar BUN dengan kreatinin yang normal mengindikasikan bahwa penyebab uremia adalah nonrenal (prarenal). Peningkatan BUN lebih pesat daripada kreatinin menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Pada dialysis atau transplantasi ginjal yang berhasil, urea turun lebih cepat daripada kreatinin. Pada gangguan ginjal jangka panjang yang paranh, kadar yrea terus meningkat, sedangkan kadar kreatinin cenderung mendatar, mungkin akibat akskresi melalui saluran cerna. Rasio Blood Urea Nitrogen (BUN) /kreatinin rendah (<12)>20) dengan kreatinin normal dijumpai pada uremia prarenal, diet tinggi protein, perdarahan saluran cerna, keadaan katabolik. Rasio Blood Urea Nitrogen (BUN)/kreatinin tinggi (>20) dengan kreatinin tinggi dijumpai pada azotemia prarenal dengan penyakit ginjal, gagal ginjal, azotemia pascarenal. (Widman, Frances K. 1995).
E. Metode-Metode Pemeriksaan Kadar
Urea/Ureum
1.
Reaksi
urea dengan α-diketon
dan senyawa -oksim
Metode
ini dapat menggunakan reagen diacetil, diasetil monoksim, diasetil dioksim,
fenilpropanadion, fenilpropanadion monoksim, α-isonitrosopropiofenon, heptoksim, nioksim, dan diasetil
monoksim glukuronolakton. Akan tetapi metode ini kurang spesifik karena
digunakan juga dalam penetapan kadar sitrulin, alantoin, kreatinin, arginin,
protein, dan lain-lain. Kelemahan lain yang dimiliki metode ini adalah produk
warna yang dihasilkan kurang stabil, tidak memenuhi hukum Lambert-Beer, serta
memerlukan deproteinasi dan pemanasan sampai 100o C.
(Nyoman, Suci
W. 2008.)
2. Pengukuran
kadar amonia yang dihasilkan dari reaksi urea dengan urease
Pada
metode ini, urea dipecah dengan enzim urease enghasilkan CO2 dan
amonia. Selanjutnya amonia yang dibebaskan ditetapkan kadarnya dengan reagen
Berthelot. Belum diketahui adanya senyawa lain dalam tubuh yang mengalami
pemecahan yang sama dengan urea, oleh karena itu metode ini mempunyai
spesifitas yang tinggi terhadap urea. (Nyoman, Suci
W. 2008.)
3. Pengukuran
dengan elektroda ion selektif
Metode
ini memanfaatkan urease yang dilekatkan pada membran dan pengukuran amonia yang
dihasilkan dengan elektrode ion spesifik, tetapi metode ini masih dalam tahap
pengembangan. (Nyoman, Suci W. 2008.)
4. Pengukuran urea dengan optical test, menggunakan urease dan glutamat dehidrogenase
Metode
ini paling memuaskan karena penggunaan urease dikombinasikan dengan glutamat
dehidrogenase.
Metode
fotometri lain, yaitu menggunakan p-dimetilaminobenzaldehid atau
xantidrol, akan tetapi tidak spesifik dan belum banyak diketahui. Selain metode
tersebut, urea dapat diukur dengan mikrodifusi, gasometri atau metode
elektrokimia, tetapi sulit diterapkan untuk pekerjaan rutin Diantara metode tersebut,
metode pemecahan dengan urease dilanjutkan dengan pengukuran amonia dengan
metode Berthelot paling sering digunakan. (Nyoman, Suci
W. 2008.)
F. Proses Pemeriksaan Ureum
a. Metode
berthelot
-
Tahap Pra-Analitik
Pada tahap
ini mencakup persiapan pasien, sample, reagen yang akan digunakan terlebih
dahulu diperiksa, dan alat yang akan dipakai.
1.
persiapan pasien
: tidak ada persiapan khusus
2.
persiapan sample : darah sebanyak 2 cc yang ditampung
dalam tabung sentripuge yang kemudian di sentripuge selama 5 menit.
3.
Persiapan
Reagen berupa larutan kerja dan standar terlebih dahulu diperiksa tanggal
kadaluarsa reagen tersebut.
4.
Persiapan alat
berupa spektrofometer yang harus dipanaskan terlebih dahulu.
-
Tahap analitik
Prinsip:
Urea
dipecah menjadi amonia dan karbon dioksida dengan pemberian urease. Amonia yang
dibebaskan ditentukan dengan metode Bethelot.
Prinsip dari metode ini sebagai berikut :
|
C O +
H2O 2NH3 + CO2
NH2
Amonia yang
dihasilkan ditetapkan kadarnya dengan metode Berthelot. Reaksi
yang terjadi sebagai berikut :
I. NH3
+ HOCl H2NCl + H2O (pH > 7,5)
As. hipoklorit Kloramin
[Fe(CN)5NO]2- + 2 OH- [Fe(CN)5NO2]4-
+ H2O [Fe(CN)5H2O]3-
+ NO2-
Nitroprusid nitritopentasianoferat aquapentasianoferat
II. [Fe(CN)5H2O]3- + H2NCl kompleks + fenol
(dalam medium basa)
pembentukan monokloramin berlangsung paling cepat pada pH 10.5, sedangkan
pada pH > 11.5 berjalan sangat lambat dan pada pH < 10.5 produk
monokloramin yang terbentuk cepat terdekomposisi. Oleh karena itureaksi
hendaknya dilakukan pada pH 10.5 – 11.5
sensitifitas reaksi dapat ditingkatkan mensubstitusi posisi 2 dari cincin
fenol dengan donor elektron. Senyawa yang direkomendasikan adalah 2-Klorofenol. Untuk tujuan klinik, salisilat terbukti cukup
sensitif.
Pengukuran kadar amonia dengan metode Berthelot sangat sensitif dan
mempunyai koefisien ekstingsi molar (ε) sebesar 20000. Selain itu metode ini memiliki
spesifisitas yang tinggi terhadap ion amonium. Reaksi berjalan lambat tapi
dapat ditingkatkan dengan penambahan agen pengkopling, seperti Na-nitroprusid.
Pereaksi
:
a.
Larutan nitroprusid-salisilat.
Larutan
3 g natrium salisilat dan 60 mg natrium nitroprusid dalam air demineral hingga
100,0 mL. (Larutan ini dapat disimpan selama 6 bulan pada 4 ºC dalam ruang
gelap atau 1 bulan pada suhu kamar).
b.
Larutan
stok hipoklorit (NaOCl dalam akuades hingga 100,0 mL. Larutan tersebut dapat
disimpan selama 1 bulan pada suhu kamar.
c.
Larutan
natrium hidroksida (12,5 mol/L).
Larutan
50 g NaOH dalam akuades hingga 100,0 mL.
d.
Larutan NaOH-hipoklorit (NaOC1 550
mmol/L; NaOH 6,25 mol/L).
Campurkan
dengan jumlah yang sama larutan stok hipoklorit (1,1 mol/L) dengan larutan NaOH
(12,5 mol/L). (larutan ini dapat disimpan selama 6 bulan pada 4ºC dalam ruang gelap atau 1
bulan pada suhu kamar).
e.
Larutan
urea-nitrogen baku (20 mg/100 mL atau 7,13 mmol/L).
Larutan
42,8 mg urea dalam larutan jenuh, dingin asam benzoat dalam air demineral dan
encerkan hingga 100,0 mL dengan larutan asam benzoat yang sama. Larutan
ini stabil dalam jangka waktu tak terbatas.
f.
Bufer EDTA (27 mmol/L, pH 6,5).
Larutan
1 g .2H20 dalam 99
mL air demineral, atur pH larutan hingga tepat 6,5 menggunakan larutan NaOH,
encerkan dengan air demineral hingga 100,0 mL. Larutan ini
stabil dalam jangka waktu tak terbatas.
g.
Larutan
25 mg urease dalam buffer EDTA dan encerkan hingga 50,0 mL denngan buffer
tersebut. Larutan stabil selama beberapa minggu pada 4 ºC
Prosedur
:
Sampel
(mL)
|
Blangko
sample
(mL)
|
Baku
(mL)
|
Blangko
baku
(mL)
|
|
Larutan
urease
|
0,1
|
-
|
0,1
|
-
|
Serum,
plasma
|
0,02
|
0,02
|
-
|
-
|
Larutan
baku
|
-
|
-
|
0,02
|
0,02
|
Inkubasi pada 37ºC selama 20 menit atau pada suhu kamar selama 30 menit
|
||||
Larutan
salisilas
|
2,5
|
2,5
|
2,5
|
2,5
|
Larutan
urease
|
-
|
0,1
|
-
|
0,1
|
Larutan
hipoklorit
|
2,5
|
2,5
|
2,5
|
2,5
|
Biarkan masing-masing larutan selama 10 menit pada suhu kamar, kemudian
baca absorban terhadap blangko air demineral pada λ = 546 nm ( 540 – 590 nm).
Perhitungan
:
Tahap paska
analitik
Pada tahap
pasca analitik ini mencakup pembacaan hasil, dan pencatatan hasil
1.
pembacaan
hasil
2.
Nilai normal
b.
metode enzimatik
Prinsip:
Prinsip dari metode enzimatik ini
adalah urea dalam sampel serum atau urin dengan bantuan enzyme urease akan
menghasilkan amoniak dan CO2. Kemudian amoniak bersama dengan a-ketoglutarat,
NADH dan dibantu oleh enzyme GLDH akan menghasilkan L-glutamat, NAD dan H2O.
Penurunan absorbansi pada panjang gelombang 340 nm menunjukkan adanya
peningkatan NADH yang digunakan atau peningkatan kadar urea dalam sampel.
Reaksi:
Urea + H2O urease
amoniak + CO2
amoniak + a-ketoglutarat
+ NADH + H+ GLDH L-glutamat + NAD + H2O
Prosedur
:
Baku (μL)
|
Sampel
(μL)
|
|
Baku
|
10
|
|
Serum
atau
Urin
(pengenceran 101x)
|
-
|
10
|
Reagen
1
|
10
|
10
|
Campurkan dan inkubasi selama 5 menit pada suhu 370
C
|
||
Reagen
2
|
250
|
250
|
Campurkan dan inkubasi selama 30-40 detik pada suhu 370
C
|
ukur absorban pertama (menit ke 0) pada λ = 365 nm, tebal kurvet 1 cm " . Kemudian,
ukur kembali absorban larutan tersebut 1 menit sesudah pengukuran pertama (").
Perhitungan :
Absorbansi sampel atau baku =
kadar urea= x konsentrasi baku x faktor pengenceran (untuk urin)
kadar urea= x konsentrasi baku x faktor pengenceran (untuk urin)
G.
Hal-hal Yang Harus
Diperhatikan Dalam melakukan Pemeriksaan
Dalam pemeriksaan di laboratorium, pemeriksaan atau analisa
perlu memperhatikan tahap
– tahap pemeriksaan yang kemungkinan terjadi kesalahan dalam pemeriksaan.
Kesalahan
pemeriksaan laboratorium meliputi tahap – tahap :
1. Pra Analitik
a. Pengambilan sampel
darah terjadi hemolisa
b. Penundaan sampel .
2. Analitik
a. Reagen
Hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan reagen adalah :
1) Fisik : kemasan,
kadaluarsa dan perubahan warna.
2) Suhu
penyimpanan. b. Alat
1) Alat tidak dijaga kebersihan dan ketepatannya.
2) Bagian – bagian fotometer tidak
berfungsi dengan baik.
3) Alat – alat yang tidak
memenuhi standar
seperti lampu fotometer redup sebaiknya diganti.
c. Metode
Penelitian
3. Pasca Analitik
a.
Pencatatan
dan pelaporan
Hasil pemeriksaan harus dicatat di buku arsip dan diperiksa hasil yang dilaporkan
apakah sudah sesuai.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
-
Urea
merupakan senyawa hasil metabolisme nitrogen. Pengukuran kadar urea nitrogen
dapat dilakukan di dalam cairan tubuh, yaitu serum/plasma dan urin.
-
Adapun nilai
rujukan pemeriksaan kadar total ureum normal, yaitu :
·
Dewasa
: 5 – 25 mg/dl
·
Anak-anak
: 5 – 20 mg/dl
·
Bayi
: 5 – 15 mg/dl
·
Lanjut usia
: kadar sedikit lebih tinggi daripada dewasa.
-
Perhitungan metode
barthelot :
-
Perhitungan metode enzimatik
Absorbansi sampel atau baku =
kadar urea= x konsentrasi baku x faktor pengenceran (untuk urin)
kadar urea= x konsentrasi baku x faktor pengenceran (untuk urin)
B.
Saran
Sebaiknya
mahasiswa dapat memperhatikan prosedur kerja yang berlaku agar proses
pengerjaan dan pemeriksaan dapat berjalan dengan baik. Karena sampel berupa
darah maka, mahasiswa setiap praktikum selalu mengutamakan keselamatan dengan
memakai Alat Pelindung Diri (APD). Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk
kita semua dan apabila ada kesalahan dalam penulisan makalah ini, kami selaku
penulis memohon maaf. Jadi, saran dan pesan pembaca sangat berguna untuk
memperbaiki penulisan makalah kami. Terimakasih.
DAFTAR
PUSTAKA
Baron, D. N, 1995. Kapita Selekta Patologi Klinik
(A Short Text Book of Chemical
Pathology) Edisi 4. EGC.
Jakarta.
http://dyanelekkodhog.blogspot.com/2011/09/ureum-dan-kreatinin.html
[Diakses tanggal 8 Mei 2013].
Nyoman, Suci
W. 2008. Kadar Ureum dalam Penderita Gagal Ginjal yang Menjalani Terapi
Hemodialisis.
Raven, P.H., and Johnson, G.B. (1986). Biology. New York: Times
Mirror/ Mosby
College Publishing.
Widman, Frances K. 1995. Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Edisi 9. Terj. : Gandasoebroto, et al. EGC.
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar